i don`t know everything,but i know something

Selasa, 26 April 2011

Mereka ada di jalan

Pukul tiga sore hari,dijalan yang belum jadi.
Aku melihat anak anak kecil,telanjang dada telanjang kaki asik mengejar bola.
Kuhampiri kudekati lalu duduk ditanah yang lebih tinggi,
agar lebih jelas lihat dan rasakan,semangat mereka keringat mereka
dalam memenangkan permainan.

Ramang kecil,Kadir kecil,menggiring bola dijalanan.
Ruli kecil,Riki kecil lika liku jebolkan gawang.
Tiang gawang puing puing,sisa bangunan yang tergusur,
tanah lapang hanya tinggal cerita,yang nampak hanya pembual saja.
Anak kota tak mampu beli sepatu,anak kota tak punya tanah lapang,
sepak bola menjadi barang yang mahal.
milik mereka yang punya uang saja,dan sementara kita disini
di jalan ini.......

Bola kaki dari plastik,ditendang mampir ke langit,
pecah lah sudah kaca jendela hati,
sebab terkena bola,tentu bukan salah mereka.
Roni kecil,Heri kecil,gaya samba sodorkan bola.
Nobon kecil,Juki kecil jegal lawan amankan gawang.
Cipto kecil,Suwadi kecil tik tak tik tak terinjak paku.
Yudo kecil,Paslah kecil terkam bola jatuh menangis...


Minggu, 24 April 2011

surat untuk Grandwood

...Sembah-simpuh mohon maaf. Yang dimuliakan, guru.

Grandwood,
Mohon maaf telah begitu lama aku tidak memeberimu kabar. Mungkin aku telah membuatmu tidak lagi menganggapku sebagai murid, murid terkasihmu. Bukan tanpa sebab aku kini seolah lenyap dari muka bumi, bumi terkasihmu. Aku kini tengah mencinta, guru. Aku kini bukanlah murid yang engkau kenal lagi. Tidak ada lagi (entah sementara atau selamanya) aku yang kuat, tegar, tangkas, acuh kadang tak mau patuh pada yang tak perlu dipatuhi, dan aku yang mampu berdiri sendiri. Tidak ada lagi guru, tidak!

Bulan ini, di negeri ini sedang musim penghujan. Aroma tanah sehabis hujan seringkali mampir mengetuk bingkai jendela. Masuk melalui selusup rekahan-rekahan dinding kamar. Tak pernah aku melupakan aroma ini, aroma yang engkau kenalkan padaku, kala itu. Pun aroma ini lah yang selalu mengingatkanku pada mu, guru. Mungkin engkau bertanya-tanya, sedang dimanakah aku kini. Aku pun kelimpungan bila harus menjelaskan tempat beradaku. Disini, aku sungguh asing. Tak ada pembeda hari-hari, hanya siang-malam yang bersahutan di ketiak jendela, penanda hari yang terus berganti.
Aku kenal beberapa teman dalam dunia baru ini. Sungguh mengejutkan semua ini bagiku, semua tampak begitu mengherankan. Aku dihadapkan (“dilibatkan”?) dalam dunia yang sedang sakit. Dunia yang sedang mencari jalan pulang, jalan padamu; Grandwood. Seharusnya aku tidak merasa seheran ini, karena toh akupun pernah berada di dunia seperti ini- kala engkau menemukanku tersungkur, menggigil, hampir mati. Tapi ini berbeda, aku kini sungguh terlibat di dalamnya, memikul tanggungjawab berat di pundak rapuh ini. Tidak lain, ini dunia perempuan itu. Ia seorang perempuan yang menakjubkan guru, ia juga lah yang (kini) menyebabkan aku “terlibat” disini, di tanah asing ini.
(tuas gigi geligi kekurangan pelumas, sudikah engkau memberikannya untukku,guru?)

Aku sedari dulu memiliki keyakinan, engkau selalu hadir dengan cara yang tak pernah bisa kuduga. Menolong aku kala aku sudah tidak mampu melakukan segala urusan dengan tanganku sendiri. Tangan-tangan mu lah yang mampir, tidak mencampuri, hanya berberi. Itu yang aku suka darimu, tidak seperti tuhan-tuhan lainnya. Engkau sungguh penuh kasih. Amor Fati, Ego Fatum; itulah salah satu ajaran yang pernah kau sampaikan padaku. Aku selalu mengingatnya.
Pun kali ini. aku kembali bersimpuh, sujud tak berdaya. Aku kehabisan daya, guru..


Guru terkasih,
Engkau juga pernah mengajarkanku perihal cinta dan kasih:
“cinta dan kasih yang sesungguhnya dan pantas diperjuangkan adalah cinta kasih yang terus merela, berberi, tak ada henti. Cinta kasih yang memberi tenang dan nyaman, kala engkau bersamanya pun jauh darinya. Cinta kasih yang membuatmu tumbuh, mengakar, mendekati sulur akar-akarku.”

Aku rasa aku telah jatuh dalam rasa yang mereka namai cinta itu guru. Aku dibuai halusnya angin juga helai dedaun yang rontok diganyang angin. Ia merela, tanpa daya upaya melawan. Meski entah akan dibawa kemana, ia terus bersetia..
Ya. Aku berada di dunia seperti itu guru. Dunia ini sungguh begitu luas, sampai-sampai aku tersesat didalam keluasannya, kikuk mencari jalan pulang. Tapi bukankah dedaun itu pun akan bersedih ketika angin yang merontokannya dari pokok batang kayu tidak memberinya pasti, tidak memberinya tenang bahwa (sekalipun ia harus mati) ia akan menjadi humus dan bakal tunas baru. Dedaun itu tentu akan bersedih bukan, guru? Dedaun itu akan gelisah..
Aku kini menjadi bingung, ini cinta atau apa? Aku rela. Sungguh merelakan semua yang aku punya untuk ia. Tapi aku sungguh tidak pernah mendapat tenang, guru. Aku selalu gelisah. Ia terlalu berbahaya jika aku biarkan meruang begitu saja, ia terlalu memesona.
Tolong aku guru, beri aku kekuatan. Tolong..

Guru terkasih,
Aku kini sedang menyukai (tergantung?) pada kopi hitam. Pahit. Ia mengajarkanku tentang hidup- yang memang pahit. Mengendapkan sari-sari jauh di dasar, aku akan mengetahui sari-sari pahit itu ketika aku sudah sampai di dasar. Ketika –yang mereka namakan “cinta” itu sudah aku selami sampai ke akar. Aku menemukannya; pahit percintaan.
... salahkah aku bila aku meragukan cinta ia, guru? Meragukan kesungguhannya. Seperti sungguh-ku yang ingin terbalas. Aku ingin tenang dan nyaman menjalani semua ini guru.
Aku pun tahu, memang tidak (tidak pernah!) mudah untuk menjadi pendampingku, tapi aku selalu yakin ia pasti bisa guru. Aku tidak ingin berpaling lagi guru (barangkali lebih tepatnya: sudah tidak bisa!) dari ia. Aku sungguh telah “mati” dalam dekap hangatnya. Adakah dia akan mengerti, guru?
(temaram sinar berpendar kemuning, lamat-lamat dicemburi sudut perapian; tempat para pengabdi bersemadi. Menanti datangnya bayang sebagai penanda. bahwa gelap telah mampir disini, di taman ini...)
Akankah ia singgah di taman ini, guru? Aku bersetia menanti.


Yang Terkasih, Grandwood,
Andai saja dia perempuan biasa, aku pun akan dengan mudah melewati semua ini dan mungkin surat ini tak akan pernah teralamatkan untukmu, guru. Surat racauan dari murid yang tak tahu malu ini; murid dungu-mu.
Tapi dia dengan segala keluarbiasaannya menjadikan semua ini rumit, ya aku menyadarinya sedari dulu. Ini keputusanku untuk meninggalkan yang pasti (dan telah benar-benar mengabdikan cinta kasihnya untukku, juga mengerti semua tingkah dungu-ku) untuk sesuatu yang tak menjanjikan apa-apa. Aku berjudi kala itu. Aku pertaruhkan semua milikku, di meja itu. Menghadapi muka dunia yang muram dan rumit.
Kini, aku kembali menemui raga ini berpenyakitan, guru. Ya seperti biasanya, ketika aku banyak sekali yang dipikirkan, kepalaku terasa sakit, pusing. Entah secara medis penyakitku ini dinamakan apa, tapi temanku menamainya: Galau stadium 4.
Mendekati kematian barangkali...

Kamis, 14 April 2011

MAHMOUD AHMADINEJAD presiden teladan..

 

"Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?"
Jawabnya: "Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya:
"Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran ."

Berikut adalah gambaran Ahmadinejad yang belum tentu orang ketahui, dan pastiyang membuat orang ternganga dan terheran-heran :


1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan
Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu
kepada masjid2 di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.

2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP,
lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler
untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.





3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.

4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri2 nya untuk datang kepadanya
dan menteri2 tsb akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan2 darinya,
arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri2nya untuk tetap hidup sederhana
dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi,
sehingga pada saat menteri2 tsb berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.

5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977,
sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran.
Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu2nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.

6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.

7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya.
Hanya itulah yang dimilikinyaseorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis,
belum lagi secara minyak dan pertahanan.
Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.

8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan;
roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira,
ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.



9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan,
ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya,
ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.

10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri2 nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sdh dilakukan,
dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri2 nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan.
Ia juga menghentikan kebiasaan upacara2 seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi,
atau hal2 spt itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.


11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar
karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut.
Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden?
Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal2nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi.
Menurut koran Wifaq, foto2 yg diambil oleh adiknya tersebut,
kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk amerika.



12. Sepanjang sholat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka



13. Bahkan ketika suara azan berkumandang,
ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa


14. baru-baru ini dia baru saja mempunyai Hajatan Besar Yaitu Menikahkan Puteranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Berikut dokumentasi pernikahan Putra Seorang Presiden


sebegitu sederhanakah dia?




MAHMOUD AHMADINEJAD  ......presiden teladan...

Rabu, 13 April 2011

lelaki itu telah mati

lelaki.
penikmat langit senja yang mengintip di ketiak jendela.
perindu bau tanah setelah di gerayangi bulir-bulir pasukan air.
mencintai sepi yang ganjil.
haru yang tabu.


lelaki.
pemburu aroma kopi kala malam mengepung ruang, menghamparkan langit kelamnya.
menyembunyikan pendar bulan di balik rumah berupa tanah.
bersetubuh dengan ruang hampa tanpa udara.
pada semesta mereka mengadu. sesumbar penuh nafsu.


lelaki.
tetap terduduk di meja kayu berhias pohon sikamor di sampingnya.
mengeja absurd nya helaan nafas.
sembari memberi jeda, pada biak-biak cinta.
desir-desir tak terkata.
hanya dusta bila bicara.
cukup membiarkan tubuh merasa.


lelaki.
peziarah luka,- yang selalu datang membawa kembang kamboja.
terduduk menikmati sayatsayat biola liar.
sekadar mengingat, bahwa derita selalu ada.
mengada bersama hidup.
mengada sebagai penanda;
bahwa aku masih manusia.
dan pulang dengan sebiduk memoar, perjuangan melawan lupa.
menyimpannya di pandora memori, sesekali menoleh untuk mengingat.
menikmati kembali bau busuk luka.
memesan rasa sakit yang pincang.
rasa sakit yang tak bertuhan.
rasa sakit yang tak hedak berbicara, terus berdusta.


lelaki.
penanti yang bersetia.
duduk bersandar pada bangku kayu berlumut, menciumi jengkal-jengkal maut.
menghiasnya dengan nanar di mata.
memandangnya melalui panci imaji- yang tak pernah tanak termasak.
namun tetap bersetia. kembali membawa balok-balok kayu.
menatanya sebagai tungku, membakar penantian.
membiarkannya menjadi abu.
terbang tersibak angin senja.
membawanya pada malam yang ringkih.
pucat.
tua.
mati.-


lelaki.
kini ia sadar.
ia telah mati; dalam tatap mata perempuan senja.
pendar cahaya rumit hidupnya.
kini ia telah mati.


"ah!
betapa lengangnya rasa, bersanding dengan nadinya."
(itu ucap terakhir dari bibir gemetarnya)


"bangunkan aku ketika engkau hendak pergi.
maka aku bersiap untuk benar-benar mati."



Sabtu, 02 April 2011

Tolong samapaikan pada tanah yang kini ku pijak....

Aku memijakkan kaki, di tanah ini.
Berupaya meraih yang kekal dan memaknai kesementaraan.

Aku berjalan yang entah kemana arah tujuan ini,
meski tertatih dan sempoyongan.
Menyusuri setiap lekuk ceruk perjalanan ini.
Melihat nyata dalam proses "menjadi" yang terus menerus.
Ternyata banyak sekali kekecewaan.
Kenyataan seolah menjadi kebohongan.
Aku menatap rendah, kecil sekali aku ini.

Aku, ditampar keras sekali!
Hingga aku tersungkur lemah,
Ta' berdaya.

Aku disini, melihat seonggok daging yang dinamakan manusia.
Meninggalkan sangkarnya, mencari secercah harapan demi masa depan.
Ada pula yang lupa, untuk apa dirinya berada disini.
Mereka semua hanyut dalam derasnya rutinitas MEMBOSANKAN ini!
Menggadaikan "kehidupannya" untuk hidup.
Hingga Ta' asing lagi dengan keberadaannya.


Sejenak aku mengunjungi ruang spiritual.
Yang selalu kusempatkan,
setidaknya sebelum mengakhiri hari.
Bersimpuh pada kuasa-Nya....
Terkadang aku bertanya,
Dengan segala keterbatasan manusia, sementara hasrat untuk "keutuhan" selalu menyerang.
Hingga memaksa manusia untuk melakukan proyeksi "ke-Maha-an" pada hal-hal transenden (Tuhan-nya)
Guna menjalankan misi menuju "utuh" tersebut.
Sesungguhnya jiwa manusia selalu berada dalam kepanikan dan kegelisahan, karena dengan segala daya upaya apapun, tetap saja manusia itu rendah.

Dunia ini relatif tidak memiliki banyak warna indah...
Cenderung pro glamouritas, pro kemapanan,
dari situlah aku melompat!
yang membawa duniaku menjadi tidak bertepi.
Sekaligus tersesat didalam keluasannya.
Mungkin inilah pelarianku atas dunia yang ta' ramah ini.
Mungkin pula aku mengumpulkan bekal dalam meraih kekekalan.
Sambil menanti itu,
aku berupaya memaknai kesementaraan ini.
Atau mungkin juga ini jalan yang membawaku untuk pulang.


Tolong samapaikan pada tanah yang kini ku pijak....

Aku sadar.
Meski raga ini merasa nyaman dengan dunia,
Tapi sejatinya jiwa ini rindu untuk "pulang".
Kembali pulang pada "Ke-Luhur-an"

Aku pun sadar,
Sejauh apapun aku berjalan.
Aku tetap rindu untuk pulang pada tempat asalku,
Bercengkrama hangat, 
Penuh peluk, cinta, kasih,
Seorang Ibu........


* Dalam perjalanan menuju ketidakpastian...
aku lelah, Ibu.

KUTULIS SURAT UNTUK TUHAN.

Tuhan,
aku telah berjalan menapaki dunia yang Kau ciptakan ini.
arah tujuanku jelas, ta perlu kusebutkan karena Engkau maha mengetahui.
meskipun jalan telah dibuat sebelum aku menapakinya,
aku hanya berupaya mewarnai jalan ini.....
semoga Engkau berkenan memberikan jalan-Mu untuk aku warnai dengan warnaku sendiri.
Tidak!
tidak dengan warna agama, ilmu pengetahuan, seni, materi, atau apapun!
aku hanya ingin warnaku sendiri.

Tuhan,
aku telah mengimani ajaran agamaku.
menyelami setiap sela dan rongga kekosongan.
mengisinya dengan iman.
walau terkadang aku muak dengan ajaran-ajaran dogmatis.

Tuhan,
aku telah mempelajari filsafat-Mu.
mempertanyakan banyak hal yang luput dari pengamatan orang banyak.
walau terkadang aku dituduh kafir dan tidak beriman.

Tuhan,
mengapa kita tidak berdiskusi dahulu sebelum aku "dilemparkan"?
aku tau, ini yang terbaik. karena menurut ajaran agamaku begitu, Tuhan.

Tuhan,
agamamu apa?
andai engkau hanya membenarkan satu agama (dalam agamaku, Engkau menyebutkan, hanya Islamlah yang benar dan akan ada di sisi-MU)
bagaimana dengan agama lainnya?
adakah mereka juga benar?
lalu bagaimana dengan janjimu?


Tuhan,
aku telah menghabiskan waktuku untuk mengenal apa itu "yang benar"
karena tentunya "yang benar" akan dicari dan haruslah benar.
walau aku hingga saat ini mendapatkan ruang hampa, hanyalah pembenaran yang aku dapatkan.

Tuhan,
APA MUNGKIN AKU MENEMUKAN "KEBENARAN" DENGAN SEGALA KETERBATASAN RAGAWI INI???
nampaknya, kebenaran harus diciptakan, bukan dicari.

 Tuhan,
aku telah berupaya membayar waktuku yang terbuang 23 tahun lamanya.
aku lahir kembali, Tuhan.
walau terkadang aku masih seperti yang dulu.

Tuhan,
aku telah berupaya membakti pada orangtua
walau terkadang, aku masih mengecewakannya.
membuatnya menangis.

Tuhan,
aku telah mempermalukan dunia ciptaan-Mu.
dengan pikiranku.
walau terkadang aku dianggap bodoh dan terasing.

 Tuhan,
apakah benar kehidupan ini absurd?
hanyalah dimulai dengan "keterlemparan" dan diakhiri "kematian"

Tuhan,
ijinkankah aku terus meng'eja gelap.


Tuhan,
kini aku lelah.
hidup ini kian gamang dimataku.
namun aku semakin sadar,
tanpa "iman" (bukan agama!) hidupku akan terus merasa ta bermakna, absurd!!!
dan harapku melimpah pada-Mu, semoga ajaran agamaku memang benar disisi-Mu.

                                                  
 "TUHAN,AKU SELALU BERSAMAMU"