i don`t know everything,but i know something

Jumat, 09 Desember 2011

Mencari Jawab di Alaska

      
  1. Setumpuk uang ditaruh di atas tanah. Kemudian di bakar, begitu saja. Setumpuk uang itu, bernilai-tukar US$ 123, hangus jadi abu dan asap. Sedang kita tahu, betapa banyaknya nilai uang itu.

    Perbuatan itu dilakukan, katanya, cuma untuk membuang barang-barang yang tak perlu. Sebab ia, si pembakar itu, akan pergi jauh. Ia berencana melakukan perjalanan, dan tak mau kalau uang itu memberat-beratkannya. Ia mau mengembara, jauh ke arah utara benua Amerika.

    Setumpuk uang itu, cuma buat kita bertanya-heran. Sebab sungguh tak-masuk-akal, bagaimana uang sebanyak itu dibakar justru di saat orang-orang kebanyakan membutuhkannya ketika akan bepergian sepertinya. Namun itu terjadi. Adapun kita, perlu tahu itu.

    Adalah Christhoper Johnson McCandless (panggil saja: Chris), si pembakar itu. Ia dilahirkan di tengah keluarga kelas menengah Amerika Serikat. Tak ada yang tak-aneh padanya, kecuali (mungkin!) kedua orangtuanya yang sangat mencintainya dan terlalu berharap padanya akan masa depannya.

    Ayahnya, Walt McCandless, adalah seorang insinyur angkasa-luar, pernah bekerja di NASA sebelum akhirnya keluar untuk mendirikan perusahaan sendiri—User System Inc. Perusahaan itu, sebuah perusahaan konsultan kecil, didirikan bersama dengan Billie, ibu Chris. Dulunya, Billie adalah seorang sekretaris perusahaan. Mereka berdua berasal dari keluarga miskin. Ketika berhasil keluar dari lingkaran kemiskinan masing-masing itu, mereka tak mau kalau kedua anaknya, Chris dan Carine, merasakan kembali pahitnya kemiskinan. Kedua anak itu, akhirnya, hidup dengan baik dan terjamin.

    Chris, yang asalnya seorang penyendiri, memiliki simpanan energi yang banyak. Ia senang lari sejak remajanya, dan memang, ia pelari lintas-alam yang baik. Sebaliknya, ia sangat peka pada keadaan sosial di sekelilingnya. Ia membenci-benar ketidakadilan. Karenanya, ia tak mau kuliah, agar dapat terjun langsung membantu korban-korban ketidakadilan di mana-mana—bahkan di seluruh dunia kalau perlu. Namun orangtuanya berhasil membujuknya untuk kuliah. Dan Chris memilih jurusan Sejarah dan Antropologi di Universitas Emory, Atlanta, meskipun orangtuanya menginginkannya masuk fakultas hukum. Tahun 1990, ia berhasil lulus cum laude dengan Indeks Prestasi Kumulatif 3, 72.

    Waktu-waktu luangnya selama kuliah banyak diberikannya pada buku. Seorang teman SMAnya karena itu pernah berkomentar, “Chris sudah berubah sekarang!”. Ia menyukai-betul Leo Tolstoy. Ia bahkan meniru gaya dan prinsip hidup Tolstoy. Baginya, hidup yang paling menyenangkan adalah dengan mengabaikan kehidupan yang bergelimang kekayaan, hak-hak istimewa, dan kemudian hidup di tengah orang-orang tak-punya. Semakin lama semakin sadar dirinya, betapa muaknya hidup ditentukan oleh kekayaan orangtuanya, betapa mengesalkannya hidup harus sesuai dengan harapan orangtuanya.

    Seiring dengan itu, sejak kecil, Chris menyimpan obsesi untuk mengembara. Sendiri. Dan obsesinya itu akhirnya tercapai-penuh setelah kelulusannya. Dari bacaannya pula, ia tahu, tujuan ideal pengembaraannya adalah Alaska. Cuma sayangnya, bacaan yang membuatnya tahu akan tujuannya itu adalah novel-novel karya Jack London—yang sayangnya juga hanya beberapa hari tinggal di sana! Novel-novel itu begitu menggugah.

    Chris memiliki jiwa yang resah. Ia selalu menanyakan kehidupan ini. Ia bandingkan antara keadaan dirinya dengan keadaan-keadaan manusia yang kerap ditemukannya di tempat-tempat kumuh di kotanya. Ia pun bertanya-tanya lagi. Melalui pengembaraan menuju Alaska ini, ia berharap dapat jawab tentang pertanyaan-pertanyaan yang muncul itu. Maka, tak ragu lagi, pengembaraan pun dimulainya.


    Dalam Into The Wild, Jon Krakauer, merekam sebagian besar pengembaraan Chris. Sebagian besar, dikatakan begitu karena terdapat beberapa “celah:” yang kosong—yang Krakauer sendiri pun tak dapat mengisinya. Untuk itu, ia mengadakan perbandingan dengan pengalaman-pengalaman para pengembara lain seperti Chris. Sebab di sana, orang-orang seperti Chris banyak terdapat, dan sama-sama mencari sesuatu yang abstrak dan tak-dapat dipahami langsung. Usaha perbandingan ini, adalah sebuah usaha yang ditujukan kepada kita agar kita dapat membayangkannya dan segera mengerti.

    Usahanya itu dapat kita terima, mengingat Krakauer dikenal-luas sebagai penyumbang tulisan-tulisan di majalah Outside, National Geographic, Playboy, dan Rolling Stone. Into The Wild ini ditulisnya sebelum ia menulis Into Thin Air; sebuah bukunya yang lain, yang jadi best-seller New York Times. Dibandingkan karyanya yang best-seller itu, Into The Wild adalah sebuah usaha investigasi yang cukup baik terhadap sebuah tindakan abnormal seorang anak manusia.

    Abnormal, sebab Chris membuang fasilitas-fasilitas diri yang cukup membuatnya terjamin untuk menikmati masa depan. Kecerdasannya hanya dipakai untuk mencari jawab pertanyaan-pertanyaan diri justru di alam buas seperti Alaska. Sedang uang dari tabungannya, ia bakar begitu saja, agar pengembaraannya berlangsung “alami”. Ia pun punya mobil, tapi itu juga ditinggalkannya di sebuah gurun—gratis bagi siapa saja yang menemukan dan dapat menjalankannya! Ia cuma berjalan kaki; cari tumpangan-jalan kalau perlu saja. Sebagai bekal seadanya di perjalanan, kalau kehabisan bekal, ia bekerja serabutan; sebagai penjaga-barang, pengangkut-barang, dan pekerjaan-perkerjaan lain yang mungkin tak-pantas dilakukan oleh seorang sarjana di sana.

    Sesungguhnya, abnormalitas seperti itu sendiri menarik. Sebab ia ada sejak dulu kala, termasuk di negeri ini. Keabnormalan itu terjadi, ketika jiwa telah tersentuh oleh apa yang disebut idealisme. Betapa pun banyaknya hal-hal yang tak masuk di akal, namun itu akan wajar saja ketika tahu betapa pentingnya idealisme yang kita pegang, kalau kita punya. Seperti Chris tadi, orang-orang abnormal seperti itu paling mungkin akan dikatakan gila oleh orang-orang kebanyakan. Sebab, tidak semua orang memiliki idealisme. Sebab, tidak sedikit orang yang menyerah pada keadaan. Sebab, tidak sedikit pula orang yang ikut-ikutan terseret pada keadaan yang ia tahu cara mengubahnya.

    Abnormal, sekali lagi, karena kita melihat dari pandangan orang-orang kebanyakan. Sebaliknya, itu adalah hal yang wajar bagi kita ketika kita mencoba memahami dan menempatkan diri seolah-olah diri kita adalah Chris. Kemuakan, kebebasan, dan kata-hati, adalah yang mendekam dalam pribadi Chris. Ia bertekad dengannya sesuai prinsip-hidup yang dipilihnya.

    Tentu, tak dapat dibayangkan bila kita, seperti Chris, untuk ketiga kata itu mengembara dari sebuah tempat yang bernama Meulaboh menuju Manokwari, jauh di ujung Nusantara kita ini. Sebab ketiga kata itu mahal harganya. Dan sayangnya, kita tak punya modal untuk membelinya.

Kamis, 06 Oktober 2011

rindu


lagi-lagi aku harus meratapi turunnya bulan,
bersama malam yang berlalu. aku bersetia layak nya wanita penghibur.
mengintip dari samar-samar tirai biru.
menguntit pagi yang datang mengetuk jendela.

kala waktu berlalu. menjadi kian nakal..
memaksa tubuh mu berbaring, bersetubuh dengan ranjang.
menghamili bulir-bulir mimpi.
melahirkan dengkuran binal.

menahan rindu yang tak berjarak.
dan waktu yang tercuri memberi jeda.
dengan cangkir kopi seperti biasa.
semua mereda,.
memberi semangat. mengeja hari- menanti senja.
memesan rindu yang tertahan.,
bersandar lelah."
          

Selasa, 13 September 2011

BERJUMPA PULA

Oh kau kiranya, bertemu pula

Setelah 3 tahun kita berpisah

Janganlah gugup. Sudahkah sembuh luka hatimu?

Di aku sudah!

Tapi jejaknya masih berkesan di dadaku

3 tahun, bertemu pula

Setelah kita lalui jalan hidup masing-masing

Maafkan daku. Bersiapakah aku mestinya

Adinda, kekasih, juwita yang pernah kuucapkan di mukamu dulu

Atau dalam pesan pesan singkat yang pernah kukirimkan

Tidak ‘kan kuucapkan lagi

–Ah, tidak;

3 tahun

bagaimana kariermu ?

Adakah keluargamu sehat saja

Beruntung dalam asmara ?

–Tak usah gugup!

3 tahun

Melihat kau sekarang, kuteringat kau yang dulu

Kau yang ada dalam kenanganku

Kau yang tergambar dalam hatiku

Aku teringat

Semasa kita masih menyangka, alam boleh sekehendak kita

Padahal: Takdir tak mengizinkan kita bertemu

Hidup kita tak dapat dipadu menjadi satu

Kau mengambil jalanmu sendiri – terpaksa atau tidak

Dan aku pun

Mengambil jalanku pula

3 tahun

Aku telah berjalan, dan berjalan

Tapi dalam sudut hatiku, kau telah menjadi pelita yang hidup

Kaulah pelitaku

Dalam kegelapan malam yang senyap sunyi

Sehingga aku menjadi aku

Walaupun kau tak merasa. Barangkali

3 tahun

Tertawa aku, tertangis aku

Tersenyum tersedu

Mendaki ku menurun

Melereng ku mendatar

Pernah kunaik, pernah kujatuh

Jatuh dan bangkit lagi, lalu berjalan lagi

hanya mati yang belum kurasai

Sehingga aku menjadi aku

Dan perjumpaan kita, 3 tahun yang telah lalu

Adalah pendorong perjuangan hidupku

Hari ini

Setelah 3 tahun

Kitapun berjumpa pula

Aku dengan engkau

Kau yang sekarang

Maka teringatlah aku. Kau yang dulu

Kalau bukan lantaran kau yang dulu

Tentulah air mataku tidakkan titik ke bumi

Garam hidupku yang kulalui

Air mata itulah yang kususun kembali

Kujadikan gubahan buat kau. Kau yang dulu

Sehinggaku menjadi Aku

3 tahun…

Alangkah cepatnya putaran zaman

Wahai orang yang sekian lama terlukis di sudut hatiku

Jangan engkau salah terima, Wahai kau yang sekarang

Sekiranya aku melihat tenang. Merenung wajahmu

Izinkanlah sejenak, aku mencari, mencari

Aku ini kehilangan

Dia. Dia akan kucari dalam ruang matamu

Kau yang dulu

Berjalan lurus, dan teruslah

Pikullah kewajiban yang telah ditentukan Tuhan

Buat kau. Dan aku pun

Meneruskan jalanku pula

Berjalan dan berjalan

Mendatar, melereng, mendaki dan menurun

Alamat, sengitnya perjuangan yang telah kutempuh dulu dan kuhadapi lagi

Marilah sama-sama, meneruskan perjalanan

Melaksanakan hayat

Jauh… dan jauh lagi

Hanya sebuah harapanku tinggal

Semoga usia sama panjang

Dapat berjumpa pula 3 tahun yang akan datang

Mau atau tidak mau

Kau… dan aku…

Sabtu, 06 Agustus 2011

CUMA ADA 3 HARI DALAM HIDUP....






Dalam hidup ini hanya ada 3 hari, yaitu
Yang pertama;

Hari kemarin

Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan; dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja...

Yang kedua:

Hari esok.

Hingga mentari esok hari terbit,
Anda tak tahu apa yang akan terjadi.
Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja...

Yang tersisa kini hanyalah :

Hari ini.

Pintu masa lalu telah tertutup;
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.
Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini; hari ini yang abadi.

Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri anda sendiri

Jadi teman, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI

Rabu, 13 Juli 2011

Wajah bernama; Pagaralam,-

mereka:
tumbuh akar dan benalu di wajahnya,-
tak sadar, kota sudah menenggelamkan tubuhnya hingga leher.
yang tersisa hanya muka-muka tanpa nama.
berkeliaran dalam tingkah, rupa, dan kata.
deret angka nol menjadi penanda wajah-wajah tak berdosa,
besok, siapa yang lebih kaya?-
tentu bukan aku.
...


(padahal pagi yang indah baru saja melempar cahaya ke udara. membuat terang warna tanah, membuat dedaunan gemetar karena embun, dan gelap seperti biasa, mulai melipat wajahnya...)*


dari balik jendela, aku melihat mereka;
mengencani satupersatu berkah yang ada.
tak sadar, mereka menggali kuburanya sendiri.
kota telah kehilangan tubuhnya.
kelimpungan mencari-cari jalan pulang.
pada akhirnya, kesepian jalan memanjang.
mengetuk ruang kosong di malam yang akan datang.
siapa yang bersetia padamu?
tentu bukan aku.


mereka:
wajah-wajah tanpa nama


serupa ucap yang patah,-
aku tanggal di bibir jalan. dalam lengang malam yang kian panjang.
.......